Mungkin pada bingung kenapa gue kasih judul kaya gitu. Yak sama gue juga bingung. hahaha. Gue lagi jalan-jalan di Google, tiba tiba nemu artikel dibawah ini. mungkin ini bisa mengatasi kekecewaan gue atas tulisan yang tadi gue buat. kalo ga tau, tulisannya ada diibawah artikel ini kok :D. well, baca nih artikel yang gue temuin.
Pemberlakukan Undang-Undang (UU) No.22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menuntut pemerintah harus melakukan perbaikan terhadap sarana jalan. Hal itu menyusul adanya ketentuan yang menyatakan warga dapat menggugat pemerintah jika merasa dirugikan akibat jalan rusak.
Bahkan, pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, dalam UU tersebut memungkin penyelenggara jalan dapat dikenakan sanksi pidana. Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 273 yang menyatakan instansi penyelenggara jalan dapat dikenakan sanksi pidana kurungan lima tahun penjara atau denda maksimal Rp120 juta. Sanksi dan denda ini berlalu jika instansi terkait tidak segera memperbaiki jalan rusak. “Kami siap memfasilitasi jika memang warga dirugikan akibat jalan rusak,” tandas Tulus, Selasa (7/12).
Lebih lanjut Tulus menyatakan, dalam pelaksanaannya warga yang menjadi korban atau dirugikan akibat jalan rusak dapat memasukkan gugatan ke pengadilan tinggi. “Jika mereka dirugikan di jalan daerah maka dapat menggugat pemerintah daerah. Sedangkan untuk jalan nasional gugatan dapat dilayangkan ke pemerintah pusat,” tandasnya.
Tidak hanya itu sebelumnya Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Konsumen, Carrel Ticualu menuturkan, selain di UU 22/2009 korban jalan rusak juga bisa menuntut penyelenggara jalan dengan pasal 359 hingga pasal 361 KUHP. Pasal ini menyangkut pasal kelalaian yang mengakibatkan orang luka hingga meninggal.
Hal yang sama juga diungkapkan, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Suroyo Ali Moeso, yang mengatakan pemerintah yang lalai bisa diberi sanksi dan dipidanakan, bahkan bisa kena denda. Sanksi ini sebagai konsekuensi dari diberlakukannya UU tersebtu sebagai pengganti UU No. 14 tahun 1992.
Menurut Suroyo, UU yang baru ini sudah mewadahi semua kepentingan masyarakat dan pemangku kepentingan yang terkait masalah lalu lintas dan angkutan jalan. Ditambahkan, selama ini yang dipahami adalah bahwa objek pelaksanaan UU lalu lintas adalah masyarakat dan UU tersebut dibuat seolah untuk melindungi kepentingan peme-rintah.
“Dengan UU yang baru tersebut semua kepentingan terakomodasi, termasuk pemberian sanksi terhadap pemerintah,” tuturnya. Suroyo mengatakan, pemerintah bisa lalai dengan UU tersebut, tetapi mereka (pemerintah) sudah tidak bisa lagi menghindar dari sanksi.
Sebagai contoh, masyarakat yang mengalami kecelakaan akibat kerusakan, bisa menggugat pemerintah, dalam hal ini adalah instansi terkait seperti PU atau Bina Marga. Karena, instansi tersebut tidak mampu menyiapkan sarana jalan dengan baik hingga menyebabkan kerugian masyarakat.
Secara terpisah, anggota Anggota Komisi A DPRD DKI, Taufik Hadiayawan, menjelaskan warga memang bisa menuntut instansi terkait mengenai keberadaan jalan yang sering rusak di ibukota ini. “Tuntutan itu sangat penting karena jalan rusak menyebabkan banyak pemilik kendaraan terutama motor kecelakaan,” ungkap politisi Partai Gerindra ini.
Menurut Taufik, permasalahan lain adalah pemprov kurang memberikan alokasi dana yang cukup besar untuk perbaikan jalan. Katanya, Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI pada APBD 2010 ini saja hanya menganggarkan Rp73 milyar untuk pemeliharaan rutin jalan arteri secara multiyears.
Sementara dari data yang dilansir Traffic Management Centre (TMC) Polda Metro Jaya di Jakarta sendiri saat terdapat sedikitnya 53 titik jalan rusak dan berlubang. Seperti di wilayah Jakarta Selatandi Jalan Raya Deplu, Jalan Buncit 38, Flyover Pancoran, Jalan Gatot Subroto. Wilayah Jakarta Timur antara lain Kampung Melayu, Jalan Raden Inten, Jalan Raya Cacing, Jalan Supriyadi, dan Jalan Raya Pondok Gede. Wilayah Jakarta Pusat antara lain, Jalan Bungur, dan Jalan Suprapto. Sedang wilayah Jakarta Utara adalah Jalan Cilincing, Jalan RE Martadinata, Jalan Pademangan, Jalan Akses Marunda dan Putaran Kebunbaru.
Kemudian, wilayah Jakarta Barat antara lain Jalan Raya Daan Mogot, Jalan Rawabokor, Jalan Tegal Alur arah Kamal Raya, Jalan Asemka arah Glodok dan Jalan S Parman. Sedangkan untuk data kecelakaan selama Operasi Zebra sejak 8 hingga 21 November, Direktorat Lalu Lintas mencatat dalam setiap harinya dua hingga 3 pengendara harus meregang nyawa akibat kecelakaan di jalan. sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar